Selasa, 08 Januari 2008

EKSISTENSI KOTA YOGYAKARTA SEBAGAI KOTA PELAJAR DI MATA MASYARAKAT

Mengulas tentang eksistensi kota Yogya sebagai kota pelajar di mata akademisi Indonesia kini merupakan suatu keadaan yang sangatlah memprihatinkan. Seperti pengalaman yang saya dapat ketika seorang teman dari SMA menanyakan dimana saya melanjutkan pendidikan maka setelah mereka mengetahui jawabanya akan menampakan ekpresi yang tidak seharusnya muncul pada kode non verbalnya ketika melakukukan komunikasi mengenai hal tersebut. Dan yang lebih membuat teman saya terheran lagi ketika mereka tahu keberadaan saya di kota gudeg ini adalah sebagai anak kost
hal tersebut sangatlah membuat mereka seakan - akan tidak percaya, hal itu di karenakan pandangan mereka terhadap kondisi propinsi kota gempa yang konon katanya telah di penuhi dengan kenakalan - kenakalan remaja baik yang tegolong dalam penyimpangan norma susila ataupun tidak. disamping itu juga karena adanya anggapan mereka bahwa di Kota pelajar ini sudah lah terdiri dari komunitas besar yakni mahasiwa yang mana 75% dari mahasiswa tersebut terjebak dalam MBE ( merried by ecsident ) maka dengan demikian akan membuat semua kalangan mengatakan bahwasanya Yogyakayta sudah tidak Eksis lagi sebagai kota pelajar karena nilai - nilai dan Norama - norma dalam kehidupan bersama masyarakat akademisi kini sudah mulai luntur.
Padahal tidak semua mahasiwa Yogyakarta seperti apa yang telah di asumsikan oleh sebagian besar masyarakat akademik di seantero jagad. dengan danya pandangan yang sedemikian negatifnya maka akan membuat seseorang yang sebenarnya baik dan sama sekali tidak seperti apa yang telah di asumsikan masyarakat akan menjadi tumbal yakni di anggap sama dengan kondisi masyarakat akamik yogya yang lain yang pada kenyataanya memang telah mengalamin digradasi moral.
Akankah selamanya kota gempa ini akan mendatangakan image jelek bagi para penghuninya, danjuga akankah selamanya mahasiswa Yogya di anggap hidup terselimuti degradasi moral yang tak akan pernah kembali pada titik normal, dan akankah selamanya Kota YOGYA akan di angap kota yang sudah tidak lagi mempunyai nilai positif dalam kehidupan masyrakat akademiknya???
dengan demikian bagaimanakah cara kita memperbaiki citra dan juga eksistensi kota pelajar yang telah lama rapuh ini . bagaimanakah cara kita merubah image masyarakat mengenai kota kota yang telah melahirkan anggapan - anggapan negatif ini??? hal ini tentunyas harus dimulai dengan diri kita sendiri dengan cara menujukan pada msyarakat melalui perilaku yang menkung pada nilai - nilai posiif tentunya. dan juga memperlihatkan pad seluruh maayarakat akademikbahwa kota Yogya tidak seperti apa yang mereka anggap selama ini. maka Sudahkah Anda mencoba untuk menghilangkan image negatif pada lingkungan sekitar anda????

Kamis, 27 Desember 2007

EFEK KOMUNIKASI MASSA


Komuniksai merupakan suatu kegiatan penyampaian pesan dari seorang komunikator kepada komunikan dimana komunikan akan memberikan umpan balik kepada komunikator sebagai umpan balik atau tanggapan dari pesan yang di terimanya. Komunikasi dapat berupa komunikasi internal dan ekternal, komunikasi internal merupakan sebuah komunikasi yang dilakukan seorang individu terhadap dirinya sendiri mengenai apa yang hendak dilakukan. Sedangkan komunikasi eksternal merupakan komunikasi seorang individu dengan orang lain seperti halnya percakapan yang kita lakukan dalam sehari – hari.

Disisi lain terdapat juga sebuah komunikasi yang disebut dengan komunikasi massa yakni sebuah komunikasi yang di tujukan kepada khalayak dengan menggunakan media massa atau dapat juga komunikasi secara langsung seperti halnya pada acara seminar – seminar atau diskusi panel. Komunikasi massa tiak hanya memberi dampak yang positif dalam penerimaan sebuh pesan tapi kadang juga menimbulkan efek pada kognitif, afektif, dan behavioristik.

Sebuah komunikasi massa dapat diktakan mampu memberi efek proposial kognitif ketika kita tau setelah seseorang membaca atau melihat televise mampu dan lebih mengerti bagaimana cara penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Akan tetapi dalam hal ini kadang komunikasi masa tidak memberi efek yang proposial tapi kadang malah merubah citra dari para pemirsa, pembaca maupun pendengar dimana citra itu akan diruah sesuai dengan apa yan menjadi tujuan penyampaian pesan.

Dalam efek afektif komunikasi masa juga dapat memberikan efek yang proposial setelah kita menyaksikan atau bahkan mengalami dimana setelah kita membaca majalah atau melihat yang di dalamnya memuat berita mengenai kemiskinan atau suatu hal yan membuat perasaan kita menjadi ikut terbawa dalam situasi tersebut sehingga kita terdorong untuk melakakukan kebaikan terhadap apa yang kita lihat. Yakni membuat fungsi afeksi kita menjadi lebih peka terhadap lingkungan yang ada disekitar kita.

Kemudian begitu juga dalam efek behavioral, komunikasi massa akan terkesan menghasilakan efek yang proposial dalam behavioral ketika kita menyaksikan sebuah tayangan – tayangan televise yang mampu membuat kita terpengaruh menjadi lebih terampil atau mungkin lebih bisa bersikap sebagaimana yang sesuai dengan diri kita, atau ketika kita membaca sebuah majalah yang di dalamnya memuat pasan- pesan yang dapat meningakatkan skil kita dalam kehidupan sehari hari. Namun dalam efek ini terdapat juga sisi negatifnya dan kita dapat merasakan itu merupakan suatu efek behavioral yang negative dari adanya komunikasi massa ketika kita melihat kasus pemerkosaan yang terjadi setelah tersangka menyaksikan adegan – adegan pornoaksi pada layar kaca, atau mungkin juga adegan pornografi pada sebuah majalah yang mana pesan tersebut akan merngsang pada khalayak yang berperan sebagai komunikan.

Sebenarnya kalau diamati lebih detail lagi yang maenbawa dampak tidak hanya pesan yang disampaikan dalam komunikasi massa akan tetapi mediannya sendiri juga membawa dampak. Yang mungkin pada awalnya yang menjadi perhatian adalah pesan yang disampaikan akan tatapi lama kelamaan mediannyalah yang lebih diperhatikan tanpa melihat isi pesan yang ingin disampaikan dalam komunikasi massa tersebut. Kadang media masa menjadikan seseorang lebih percaya terhadap media tersebut di bandingkan dengan lingkungan sekitarnya, misalnya saja pada seorang anak yang keseharianya lebih dipenuhi dengan acara – acara televise dibandingkan dengan bimbimngan orangb tuanya maka anak tersebut akan lebih percaya pada televise dari pada percaya pada orang tuanya. Hal itu mungkin terjadi karena sebuah pangalaman pribadi yang sangat mengena yang berkenaan dengan media massa tersebut.

Kamis, 20 Desember 2007

Sekilas Tentang Teori Emile Durkheim

Membahas mengenai teori sosiologi hal yang paling unik adalah teorinya Emile Durhkeim yang mana dia mambahas mengenai fenomena bunuh diri. yang mana sekilas bila kita lihat sepintas fenomena ini dapat di oleh sebabkan kondisi spikologi sutatu individu akan menurut Durheim fenomena ini dapat terjadi beberapa tipe sebagaimana berikut ini
  • Bunuh diri Egoistik
  • Bunuh diri Anomik
  • Bunuh diri Altruistik dan
  • Bunuh Fatalistik
Bunuh diri Egoistik dapat kita temui ketika individu dalam suatu masyarakat tidak dapat terintegrasikan oleh kelompoknya, maka dalam hal ini individu tersebut merasa tidak dibutuhkan atau di tiadakan dan dengan perasaan yang demikian maka akan mendorong individu tersebut untuk melakukan bunuh diri
Bunuh diri Anomik dapat terjadi ketika keadaan suatu kelompok masyarakat dalam keadaan keguncangan dan di dalamnya tidak terdapat suatu Nilai atau Norma yang dapat digunakan sebagai pedoman maka disini individu akan meraskan kebingungan dan hal tersebut akan mendorongnya untuk melakukan tindakan bunuh diri.
Bunuh diri Altruistik, bunuh diri tipe ini disebabkan oleh adanya ikatan sosial yang sangat kuat. Misal dalam tragedi Bom bali yang mana dalam analisa kasusnya merupakan bom bunuh diri. dalam hal tersebut saya yakin ada sebuah organisasi yang mempunyai missi untuk melakukan pengeboman tersebut ,dan karena kuatnya ikatan sosial dalam organisasi tersebut maka salah satu dari anggota kelompok tersebut rela mengorbankan dirinya asalkan apa yang menjadi misi atau tujuan kelompok tersebut dapat tercapai.
Bunuh diri Fatalistik, terjadi karena tekanan yang teramat oleh kelompok laen. misalnya karena tekanan seorang Majikan terhadap pembantunya. atau seperti pada masyarakat budak.

Pustaka
  • Richard osborne,dkk. 2005, Mengenal dan Memahami Sosiologi. Batam:Scientifik Press

Jumat, 14 Desember 2007

Pendidikan dalam keluarga

Ø

Pendidikan dalam keluarga

Membicarakan mengenai pendidikan dalam keluarga maka kita akan menyadari bahwsanya peran keluarga sangat penting dalam membentuk kepribadian seseorang. Karena sesungguhnya seorang anak akan belajar dari kebiasaan. Dimana ketika sorang anak dibesarkan dalam lingkungan dan pola didik yang tidak baik maka ia akan tumbuh berkembang menjadi anak yang tidak baik pula.

Begitu pula sebaliknya ketika seorang anak yang dibesarkan dalam lingkungan yang baik maka dia akan tumbuh menjadi anak yang baik. Dan dengan keadaan keluarga yang harmonis maka akan sangat membantu proses sosialisasi anak tersebut dalam lingkungan masyarakatnya.

Dimana dalam hal ini anak –anak akan hidup dari kebiasaan dalam keluarga karena dalam keseharianya ia akan mengadopsi nilai – nilai yang ada dan yang tertanam dalam keluarga tersebut. Dan kemudian akan menjadikan nilai –nilai tesebut menjadi miliknya, dan sebagai bekal dalam sosialisasinya dalam lingkungan masyarakat.

Dalam hal ini dapat di garisbawahi bagaimana proses seorang anak belajar dalam keluarga :

Ø Ketika seorang anak hidup dalam suasana penuh kritik maka ia belajar untuk menyalahkan.

Ø Ketika seorang anak hidup dalam pemusuhan, ia belajar untuk berkelahi

Ø Ketika seorang anak hidup dalam ketekutan, ia belajar untuk gelisah

Ø Ketika seorang anak hidup dalam belas kasihan, maka ia belajar untuk mudah memaafkan dirinya sendiri

Ø Ketika seorang anak hidup dalam ejekan maka ia belajar untuk meras malu

Ø Ketika seorang anak hidup dalam kecemburuan maka ia belajar untuk iri hati

Ø Ketika seorang anak hidup dalam rasa malu maka ia belajar untuk merasa bersalah

Ø Ketika seorang anak hidup dalam semangat jiwa besar maka ia belajar untuk pecaya diri

Ø Ketika seorang anak hidup dalam menghargai orang lain maka ia belajar untuk setia dan sabar

Ø Ketika seorang anak hidupnya diterima apa adanya maka ia belajar untuk mencintai

Ø Ketika seorang anak hidup dalam suasana rukun maka ia belajar untuk mencintai dirinya sendiri

Ø Ketika seorang anak hidupnya dimengerti maka ia belajar bahwa sangat penting mempunyai cita -cita

Ø Ketika seorang anak hidup dalam suasana adil maka ia belajar akan kemurahan hati

Ø Ketika seorang anak hidup dalam kejujuran dan sportifitas maka ia balajar akan kebenaran dan keadilan

Ø Ketika seorang anak hidup dalam rasa aman maka ia belajar percaya pada dirinya sendiri

Ø Ketika seorang anak hidup dalam persahabatan maka ia belajar bahwa dunia ini merupakan tempat terindah untuk hidup

Ø Dan ketika kamu hidup dalam ketentraman maka anak – anakmu akan hidup dalam ketenangan batin.

Kamis, 13 Desember 2007

SERTIFIKASI GURU

SERTIFIKASI GURU

Sertifikasi guru merupakan cara bagaimana agar seorang guru mendapatkan pengakuan atau surat keterangan sebagai seorang guru yang professional. Sesuai yang telah di tentukan dalam UUGD atau bias dikatakan bahwasanya sertifikasi merupakan sebuah implementasi dari UUGD tersebut. Dimana di dalamnya dikatakan bahwa seorang guru harus memnuhi standar sertifikasi.

Sertifikasi guru biasanya di adakan atau di selenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga pengajar seperti halnya UNY. Uji sertifikasi yng saya ketahui untuk saat ini bias dengan melaluli uji portofolio yang di dalamnya seorang pengajar harus menyertakan seluruh RP(rancangan pembelajaran ) selama ia menjadi guru. Selain itu juga harus disertakan di dalamnya sertifikat – sertifikat pelatihan atau kegiatan pengembangan kepribadian seperti halnya seminar dan pelatihan – pelatihan yang sesuai dengan profesinya.

Berbicara mengenai sertifikasi guru menurut pengamatan saya sertifikasi ini dilaksanakan setelah seseorang menjadi guru. Dan apakah tidak sebaiknya uju sertifikasi atau sertifikasi guru di laksanakan sebelum seseorang itu menjadi guru. Dan mungkin itu akan lebih menjamin tenaga pengajar yang telah di terjunkan. Dan tidak lagi merepotkan guru – guru yang sudah lama mengajar tapi belum tersertifikasi.dan hal itu akan sangat merugikan peserta didiknya. Karena di waktu yang seharusnya mereka mendapatkan materi tapi malah di gunakan pengajarnya untuk mengurusi sertifikasinya.

Dengan keadaan yang demikian maka hal yang sebenarnya menjadi tujuan utama pererintah untuk dapat meningkatkan potensi pendidik agar mampu mendidik peserta didiknya sesuai yang diharapkan yakni mmampu menhasilkan keluaran yang benar – benar siap menghadapi dunia pendidikan di jenjang yang lebih di atasnya tapi justru malah sebaliknya, karena keadaan yang memaksa pendidik untuk tidak focus pada tugas utamanya yakni mengajar. Akan tetapi harus sibuk sendiri dan lebih mementingkan sertifikasinya.

Karena dalam sertifikasi ini yang di dapatkan bukan hanya sertifikat guru berkualifikasi sebagai pendidik tapi juga demi ksejah teraan dimasa mendatang, yakni dengan adanya sertifikasi keberadaan seorang guru akan lebih dihargai. Haruskah peserta didik yang menjadi korban dalam hal ini???